Diskusi Publik AJI Jakarta: Menggali Kembali Kasus Pagar Laut di Tangerang
Jurnis.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten menggelar diskusi publik bertajuk “Menolak Lupa Pagar Laut Tangerang Utara” pada Rabu (12/03). Diskusi yang berlangsung daring ini diikuti oleh berbagai aktivis lingkungan, jurnalis, dan perwakilan masyarakat terdampak.
Dalam diskusi tersebut, Sekjen KIARA, Susan Herawati, mengungkapkan bahwa banyak kasus serupa yang terjadi tetapi tidak pernah ada hasil yang jelas. “Dari respon KKP pun bukan hanya lambat, tetapi malah tidak peduli dengan kasus masyarakat. Malah dipertontonkan lagi dengan adanya dua tersangka, seolah-olah masalah ini sudah selesai di level bawah,” ujarnya.
Susan juga menyoroti kejadian pada tahun 2024 di Desa Kohod, di mana muara sungai yang ada di sana tertutup. “Artinya ini bukan perbuatan orang biasa,” katanya. Selain itu, sempat terjadi relokasi masyarakat ke daerah baru yang sayangnya malah menjadi langganan banjir. Perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut juga diduga melakukan upaya penutupan sungai yang semakin memperburuk kondisi warga.
Diskusi mengenai kasus pagar laut di Tangerang terus bergulir tanpa menemukan titik terang, terutama dalam hal keadilan bagi masyarakat terdampak. Dalam sebuah forum yang melibatkan aktivis nelayan, jurnalis, dan masyarakat sipil, berbagai pandangan dan kritik tajam dilontarkan terhadap pemerintah dan aktor-aktor yang diduga terlibat dalam proyek tersebut.
Dalam forum tersebut, aktivis nelayan Kholid menyoroti dugaan keterlibatan pejabat tinggi dalam kasus ini. Menurutnya, proses hukum yang berlangsung seolah hanya menyasar aktor-aktor kecil sementara dalang utama masih bebas. “Arsin yang dijadikan tersangka hanyalah pelaku kecil, sementara aktor besar yang memagari laut masih belum tersentuh,” ujarnya.
Kholid juga mengatakan adanya upaya pengaburan fakta oleh pemerintah dan kementerian terkait, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Publik digiring untuk percaya bahwa pagar laut ini adalah inisiatif swadaya masyarakat, padahal ada perusahaan besar yang bermain di balik ini,” tambahnya.
Dalam diskusi tersebut, jurnalis lingkungan dari Mongabay, Sapariah Saturi, menekankan pentingnya peran jurnalis dalam mengawal isu ini agar tidak tenggelam oleh isu-isu baru. “Kondisi jurnalisme saat ini tidak baik-baik saja. Banyak persoalan yang harus kita suarakan, tetapi kita juga menghadapi berbagai tantangan, termasuk ancaman, tekanan ekonomi media, hingga upaya delegitimasi informasi,” kata Sapariah.
Ia juga mengajak media untuk berkolaborasi dalam mengungkap aktor-aktor besar yang berada di balik pagar laut ini. “Jurnalis harus melihat permasalahan ini secara utuh, dari hulu ke hilir, termasuk siapa yang bermain di balik proyek ini dan kepentingan besar apa yang sedang diperjuangkan,” tambahnya.
Selain tantangan dalam mengungkap fakta, jurnalis juga menghadapi ancaman fisik dan digital, serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. “Ketika kita menyuarakan kasus seperti ini, ada risiko besar yang mengancam, baik dalam bentuk ancaman fisik, peretasan digital, hingga kriminalisasi,” jelas Sapariah.
Ia menegaskan pentingnya kerja sama antara media, masyarakat sipil, dan akademisi untuk memastikan bahwa isu ini terus mendapatkan perhatian publik. “Dengan berjejaring, kita bisa memperkuat liputan dan memastikan informasi yang benar tersampaikan kepada publik,” tuturnya.
Kasus pagar laut di Tangerang menjadi cerminan dari persoalan tata kelola sumber daya yang masih bermasalah di Indonesia. Dengan adanya dugaan keterlibatan oligarki dan pejabat tinggi, masyarakat sipil dan jurnalis dihadapkan pada tantangan besar untuk mengungkap kebenaran. Di tengah ancaman dan tekanan, sinergi antara jurnalis, aktivis, dan masyarakat menjadi kunci dalam menjaga ingatan publik agar kasus ini tidak menghilang tanpa penyelesaian yang adil.
•••••
Penulis: Eich dan Vita
Redpel: Nabela
Komentar
Posting Komentar