RUU KUHAP Baru Disahkan, Masyarakat Sipil Soroti Perluasan Kewenangan Aparat


Jurnis.id - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) telah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menjadi undang-undang pada Selasa, (18/11). Pengesahan ini dianggap sebagai langkah bersejarah untuk memodernisasi tata cara penegakan hukum pidana di Indonesia, menggantikan aturan lama yang sudah puluhan tahun berlaku, dan menyelaraskannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.


​Pemerintah dan DPR mengklaim bahwa KUHAP baru ini berfokus pada asas "due process of law" dan penguatan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu pembaruan krusialnya adalah formalisasi Keadilan Restoratif (Restorative Justice), memberikan dasar hukum untuk penyelesaian perkara di luar pengadilan. Selain itu, aturan ini mengakui alat bukti elektronik (data digital dan rekaman) sebagai bukti yang sah di persidangan.


​Dikutip dari Tempo.co, anggota DPR, Habiburokhman, menegaskan bahwa tujuan utama dari perumusan KUHAP ini adalah untuk menjamin bahwa setiap individu yang terlibat dalam proses hukum, baik sebagai tersangka maupun korban, mendapatkan perlakuan yang adil dan setara.


​Namun, pengesahan RUU KUHAP ini memicu kritik keras dari kelompok masyarakat sipil yang menyoroti kurangnya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam proses penyusunannya. Kekhawatiran utama terpusat pada perluasan kewenangan yang diberikan kepada aparat penegak hukum, khususnya terkait upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan.


​Kritikus berpendapat bahwa perluasan kekuasaan ini tidak diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang memadai, sehingga sangat rentan disalahgunakan dan berpotensi melanggar HAM. Perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil, Iqbal Muharam Nurfahmi dari ICJR, menyimpulkan bahwa pengesahan RUU KUHAP ini merupakan kemunduran dalam reformasi hukum di Indonesia, mengingat kekhawatiran serius terhadap ancaman hak-hak sipil akibat minimnya kontrol terhadap kekuasaan aparat.


​Dengan demikian, KUHAP yang baru ini menandai babak baru penegakan hukum pidana Indonesia, berdiri di antara janji modernisasi hukum dan sorotan tajam terkait isu perlindungan HAM.



*****

Penulis: Nabilah

Redpel: N

Sumber: Tempo.co

Sumber Gambar: sandimerahputih.com

Komentar