Gelar Pahlawan untuk Soeharto Dinilai Abaikan Luka Korban Orde Baru

 

Jurnis.id — Pemerintah Republik Indonesia resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto, dalam Upacara Kenegaraan di Istana Negara pada Senin pagi. Penetapan ini dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.


Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa gelar tersebut merupakan bentuk penghormatan negara kepada Soeharto atas kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan nasional. “Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas pengabdian panjang Pak Harto dalam pembangunan dan stabilitas nasional,” ujar Prabowo dalam sambutannya.


Fadli Zon, menegaskan bahwa proses penilaian dilakukan secara komprehensif dan melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu.


“Seluruh persyaratan administratif dan substansial telah dipenuhi. Penilaian dilakukan sesuai ketentuan,”* kata Fadli.


Keputusan ini memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia, aktivis demokrasi, dan para penyintas pelanggaran HAM masa Orde Baru. Mereka menilai pemberian gelar tersebut berpotensi mengaburkan catatan kelam sejarah, termasuk represi politik dan kasus pelanggaran HAM berat.


Kelompok ini menyebut langkah pemerintah sebagai bentuk pengabaian terhadap penderitaan korban.


Sebaliknya, sejumlah politisi dan elemen masyarakat menyambut positif keputusan tersebut. Mereka menilai Soeharto telah memberikan kontribusi besar pada pembangunan ekonomi, penurunan angka kemiskinan, dan stabilitas nasional, terutama pada masa awal pemerintahannya.


Menurut para pendukung, penganugerahan ini merupakan bagian dari upaya bangsa untuk membaca ulang sejarah secara lebih menyeluruh.


Penganugerahan gelar ini memunculkan pertanyaan lanjutan tentang komitmen negara dalam proses rekonsiliasi nasional. Pengamat menilai bahwa penghargaan kepada tokoh dengan rekam jejak kontroversial perlu diimbangi dengan langkah nyata pemerintah dalam pemulihan bagi korban pelanggaran HAM.


Sejumlah analis juga menilai bahwa keputusan ini menjadi momentum penting bagi bangsa dalam menilai kembali peran tokoh-tokoh berpengaruh di masa lalu, sekaligus menegaskan perlunya keseimbangan antara penghormatan jasa dan pengakuan atas dampak negatif sejarah.


••••

Penulis: Dirda

RedPel: eich

Sumber: Detik.com, ANTARANews

Komentar