Sore: Istri dari Masa Depan" – Romansa, Waktu, dan Pilihan yang Mengubah Segalanya
Film ini berkisah tentang Jonathan ( Dion Wiyoko), seorang pria muda yang hidup tanpa arah dan penuh dengan ego. Namun kehidupannya berubah drastis setelah ia mengalami kecelakaan dan bertemu dengan seorang wanita misterius bernama Sore (Sheila Dara), yang mengaku sebagai istrinya dari masa depan. Sejak saat itu, Jonathan mengalami serangkaian kejadian ganjil yang perlahan-lahan membentuk kesadarannya tentang arti hidup, cinta, dan tanggung jawab.
Film ini berhasil menggabungkan dua genre besar: drama romantis dan fiksi ilmiah, dalam porsi yang seimbang. Tanpa menggunakan efek visual yang berlebihan, film ini lebih menitikberatkan pada pembangunan karakter dan emosi, membuat cerita terasa intim dan menyentuh. Chemistry antara Dion Wiyoko dan Sheila Dara menjadi kekuatan utama, mampu membuat penonton merasa dekat dan peduli terhadap nasib kedua tokoh utama.
Dari segi teknis, Sore tampil menawan. Sinematografi yang hangat dengan tone warna keemasan menambah kesan melankolis dalam setiap adegan. Musik latar yang lembut pun turut memperkuat nuansa emosional, sementara pemilihan lokasi syuting yang natural menghadirkan kesederhanaan yang menenangkan mata.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa kelemahan juga hadir. Latar belakang karakter Sore sebagai 'istri dari masa depan' tidak diulas secara mendalam. Beberapa pertanyaan krusial tentang bagaimana dan mengapa Sore datang dari masa depan dibiarkan mengambang, yang mungkin mengecewakan bagi penonton yang menginginkan logika fiksi ilmiah yang lebih tajam. Meski begitu, kekurangan ini tidak serta-merta meruntuhkan kekuatan film dalam menyampaikan pesan moralnya.
Sore: Istri dari Masa Depan bukan sekadar film romantis, tetapi juga sebuah refleksi eksistensial tentang hidup dan pilihan. Dalam balutan kisah cinta dan waktu, film ini menyampaikan satu pesan penting: masa depan bukan takdir yang ditulis di batu, melainkan hasil dari keberanian memilih dan bertanggung jawab terhadap pilihan itu.
Sore bukan hanya tokoh fiksi dari masa depan, ia adalah metafora. Ia hadir bukan untuk menjawab pertanyaan ilmiah tentang perjalanan waktu, melainkan untuk menjadi cermin bagi Jonathan, sekaligus bagi penonton, bahwa setiap tindakan hari ini membawa konsekuensi esok hari. Sore adalah “masa depan” itu sendiri, hadir dalam wujud paling manusiawi: cinta yang peduli, cinta yang mengingatkan, cinta yang menuntun.
Pilihan-pilihan Jonathan dalam film ini menggambarkan konflik batin yang sering dialami banyak orang: memilih hidup bebas namun kosong, atau menjalani hidup dengan arah dan tanggung jawab. Dan ketika cinta hadir, tak hanya sebagai perasaan, tetapi juga sebagai dorongan untuk menjadi lebih baik, di sanalah waktu dan cinta berpadu dengan indah.
Melalui kisahnya, Sore tidak memaksa penonton untuk percaya pada konsep fiksi ilmiah, tetapi mengajak untuk percaya pada kemungkinan perubahan. Bahwa tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki, mencintai, dan menjadi seseorang yang layak bagi masa depan yang lebih baik.
Penulis : Aisyah
Redpel : Rh
Komentar
Posting Komentar