Polemik Grup Fantasi Sedarah di Facebook


Jurnis.id - Belakangan ini, publik dihebohkan dengan mencuatnya keberadaan sebuah grup di facebook yang terang-terangan menampilkan fantasi sedarah. Fenomena ini bukan hanya mengusik nalar dan nilai-nilai sosial yang kita junjung, tetapi juga membuka lebar pertanyaan mendasar mengenai tanggung jawab platform media sosial dalam mengawasi konten yang beredar.

Keberadaan grup semacam ini, jelas bukan sekadar ruang untuk bertukar ide atau hobi yang tidak umum. Fantasi sedarah, dalam konteks apapun berpotensi merujuk pada hal yang sensitif, traumatis, dan bahkan mengarah pada tindakan kriminal. Membiarkan kelompok seperti ini tumbuh subur di platform publik adalah sebuah kelalaian yang tidak bisa dianggap remeh.

Ironisnya, media sosial yang seharusnya jadi tempat untuk menyambung hubungan dan berbagi hal-hal positif, malah tercemar oleh ide-ide yang bisa membahayakan. Rumitnya sistem algoritma dan banyaknya informasi yang dibagikan sering dijadikan alasan kenapa konten-konten yang melanggar etika dan hukum bisa lolos.

Ini bukan hanya tentang grup-grup yang terindikasi melanggar, tetapi juga tentang membangun sikap yang mampu mencegah konten serupa muncul kembali. Pengawasan yang lebih ketat, pelaporan yang responsif, dan tindakan tegas terhadap pelanggar adalah langkah-langkah mendesak yang perlu diimplementasikan.

Lebih jauh lagi, kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya literasi digital dan kewaspadaan dalam bermedia sosial. Pengguna juga memiliki peran aktif dalam melaporkan konten-konten yang mencurigakan dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Edukasi mengenai batasan-batasan etika dalam berinteraksi di dunia maya perlu terus digalakkan.

Polemik grup facebook fantasi sedarah ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi semua pihak. Platform media sosial adalah bagian integral dari kehidupan sosial kita, dan oleh karena itu, pengawasan dan tanggung jawab yang serius adalah sebuah keharusan. Jangan sampai kebebasan berekspresi disalahgunakan menjadi ruang gelap bagi fantasi yang meresahkan dan berpotensi membahayakan.


•••••

Penulis: Arifin

Redpel: Nabela

Sumber: News.detik.com

Komentar