Banking Education: Waktunya Kita Mengubah Cara Mengajar


Jurnis.id - Di banyak perguruan tinggi, suasana pembelajaran berjalan seperti rutinitas lama. Dosen berdiri di depan kelas, memaparkan teori demi teori, sementara mahasiswa sibuk mencatat. Ketika ujian tiba, semua dihafal, lalu setelah itu dilupakan. Inilah yang disebut banking education, sebuah model pendidikan yang dikritik Paulo Freire karena memperlakukan mahasiswa seperti celengan kosong yang harus diisi penuh oleh dosen.

Model ini menjauhkan mahasiswa dari peran aktif dalam proses belajar. Mereka tidak diajak berpikir kritis, dan hanya mencatat. Padahal, pendidikan yang bermakna tidak bisa dibangun dengan hafalan semata. Mahasiswa perlu dilibatkan dalam berdiskusi, mencoba, agar mereka dapat memahami bagaimana teori hidup dalam praktik.

Pembelajaran yang sehat harus memberi ruang bagi rasa ingin tahu, keberanian berpikir berbeda, dan kemampuan menantang keyakinan yang mapan. Dari sinilah berpikir mendalam bisa tumbuh, bukan dari catatan tebal, tapi dari proses berpikir yang aktif.

Dosen juga mempunyai peran penting. Bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi juga membuka ruang dialog, mendampingi mahasiswa untuk berpikir, dan mendorong mereka keluar dari zona nyaman. Kuliah seharusnya menjadi ruang hidup, di mana tempat gagasan bertemu, beradu, dan berkembang.

Sudah saatnya kita berhenti melahirkan lulusan yang hanya unggul dalam mencatat tapi kesulitan ketika harus mengambil keputusan. Pendidikan bukan soal seberapa banyak informasi yang bisa dimasukkan ke kepala, tetapi sejauh mana seseorang mampu berpikir, memahami, dan menyikapi realitas.

Jika kita terus mempertahankan sistem banking education, kita hanya akan menciptakan lulusan yang patuh secara intelektual, tapi tidak siap menghadapi dunia nyata. Dan ketika pendidikan hanya mencetak kepatuhan, bukan kebebasan berpikir, maka saat itulah pendidikan kehilangan maknanya.


•••••

Penulis: Habsyi

Redpel: Nabela

Komentar