Menghadapi Quarter-Life Crisis : Ketika Mahasiswa Mulai Meragukan Masa Depan
Jurnis.id - Semakin bertambahnya usia, ada banyak sekali ekspetasi yang tumbuh mengenai arah masa depan. Dan dari sinilah muncul berbagai pertanyaan mengenai tujuan hidup, karir, hingga hubungan romantisme yang cukup menggangu pikiran. Masa kuliah seringkali dianggap sebagai salah satu masa paling menyenangkan dalam hidup, tapi bagi sebagian mahasiswa ada banyak sekali kekhawatiran yang tumbuh mengenai harapan yang tumbuh akan masa depannya. Fenomena ini dikenal dengan nama Quarter-life Crisis, yaitu sebuah fenomena yang nyata dan sering terjadi pada rentan usia 20 hingga 30-an.
Fase Quarter-life Crisis ini merupakan fase yang pasti akan dialami oleh setiap individu. Ada beberapa factor dari penyebab quarter-life crisis ini. Salah satunya adalah tekanan dari lingkungan sosial, seperti ekspektasi dari keluarga, teman, dan masyarakat, hal ini dapat menjadi beban berat bagi mahasiswa. Misalnya, harapan untuk sukses dalam Pendidikan dan karier, ataupun harus memenuhi standar tertentu yang sering kali membuat mereka merasa tertekan. Tekanan ini bisa memengaruhi cara mereka melihat diri sendiri dan berkontribusi menyebabkan quarter-life crisis.
Selain itu yang dapat menjadi pemicu munclnya quarter-life crisis adalah tekanan social dimedia social. Ketika melihat teman sebaya memposting sebuah pencapaian atau menemukan jalan hidup mereka lebih cepat seringkali membuat mahasiswa jadi merasa tertinggal. Dan tanpa disadari, bisa terjebak dalam pola membandingkan diri sendiri dengan orang lain, yang akhirnya menamabah rasa gelisah dan kecemasan akan ketidakpastian.
Dikutip dari satupersen.net, quarter-life crisis mempunyai dampak siginifikan pada kehidupan mahasiswa. Diantaranya, dapat menurunkan rasa kepercayaan diri sehingga akan terus meragukan kemampuan diri sendiri. Lalu setress dan cemas berlebihan, Dimana muncul perasaan tidak puas dan akan selalu membandingkan pencapaian diri sendiri dengan orang lain. Selain itu, quarter-life crisis juga dapat mempengaruhi hubungan social mahasiswa. Dimana sebagian individu merasa bahwa orang-orang disekitarnya tidak merasakan tekanan yang sama, atau tidak memahami apa yang mereka alami, dan pada akhirnya, hal tersbeut bisa mengganggu kemampuan mereka dalam menjalin atau mempertahankan hubungan yang sehat.
Meski quarter-life crisis terasa menakutkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan mahasiswa untuk menghadapinya. Pertama, penting bagi mahasiswa untuk mengubah cara pandang terhadap kesuksesan. Sering kali, kita terjebak dalam standar-standar yang tidak realistis, baik itu dari masyarakat atau dari diri sendiri. Mahasiswa perlu menyadari bahwa kesuksesan tidak selalu datang dalam bentuk gelar yang prestisius atau pekerjaan yang cepat didapatkannya setelah lulus. Proses belajar dan eksplorasi itu sendiri adalah bagian penting dari perjalanan menuju kesuksesan.
Kedua, perlu menghindari perbandingan diri dengan orang lain, terutama di media sosial. Apa yang terlihat di layar tidak selalu mencerminkan realita. Sering kali, kita sebagai individu hanya melihat sisi terbaik dari hidup orang lain tanpa mengetahui tantangan yang mereka hadapi di balik layar. Alih-alih fokus pada pencapaian orang lain, fokuslah pada perjalanan dan perkembangan diri sendiri.
Ketiga, penting juga untuk terbuka terhadap peluang baru. Mahasiswa bisa mencoba magang di bidang yang berbeda, mengikuti kursus yang meningkatkan keterampilan, atau bahkan melakukan proyek sampingan yang dapat membuka pintu baru. Fleksibilitas dan kemauan untuk bereksplorasi akan membantu menemukan jalur karier atau minat yang lebih sesuai dengan diri mereka.
Terakhir, jangan ragu untuk mencari dukungan, baik dari teman, keluarga, atau konselor. Bicarakan perasaan yang muncul selama fase ini. Memiliki support system yang memahami dapat membantu meredakan kegelisahan dan memberikan perspektif baru tentang situasi yang sedang dihadapi.
••••
Penulis: Suci
Redpel: Feari
Komentar
Posting Komentar